Dik, hanya ini bisa kuberi sehelai mukena putih berseri untukmu tambatan hati jangan takar dengan materi zaman begini manalah berarti
Dik, cuma itu dapat kubawa tanda kasih sayang dan cinta padamu belahan jiwa usah diukur dengan harta masa begini manalah seberapa
Dik, sambutlah dengan sukma yang menari sujud kepada Ilahi syukuri yakinkan diri ditambah-Nya rizki pada jalan yang sama kita telusuri nanti
SEJENAK TAFAKUR ---------------
Di rahim yang sama janin kita tumbuh di rumah yang sama lorong kekanakan kita tempuh Mengapa kini kasih sayang di antara kita semakin menjauh lari dari nurani kejari mimpi demi mimpi dalam deru duniawi Padahal bunga usia tak lagi muda merah senja telahpun menyapa sekuntum umur kembali gugur, menegur untuk sejenak tafakur Dulu dininabobokkan pada satu tempat tidur
APA ARTI EMANSIPASI -------------------
Ia bukan lagi sebatas cahaya penerang gulita kini menjelma menjadi kobaran api menyala membakar ukiran norma sisakan puing-puing hitam, berserakan perempuan-perempuan emansipasi putri-putri belia seakan tak mengerti atau memang dikondisikan untuk tidak mengerti agar tiada peduli pada sebuah arti tamsil emansipasi laksana api kecil sebagai kawan, besar melawan
*Inilah puisi pertamaku yang terbit di Harian Analisa (Medan),yakni e- disi Kamis - tanggal 2 Maret 2006.
akankah terus begini sampai pertunjukan usai? hingga mentari nyaris menghampiri batas cakrawala fragmen taubat tak pernah utuh hanya menampilkan sajadah penuh debu lembaran-lembaran suci lebih sering membisu airmata tak berdaya dipecundangi tawa yang bersekongkol dengan lagu dan tarian kemenangan palsu lakon jahat yang bertahta kuasai waktu enggan mengeja tegur-sapaMu penyesalan sekadar selingan pembuat lucu sekejap muncul, lalu menghilang entah ke mana
BIARKAN MEMORI ITU PERGI ------------------------
mari bersama menghapus kenangan agar tiada sedikitpun tersisa jejak masa lalu biarkan saja memori pergi tanpa sepatah wasiat sebab ia dapat mengajak kita memasuki lorong sesat berkacalah di depan cermin waktu bukankah bayangan diri tak lagi satu?
*Ini puisi keduaku yang terbit di Harian Analisa (Medan), sekaligus sebagai puisi pertamaku yang berhasil menembus rubrik 'REBANA' yang dianggap merupakan level tertinggi dari rubrik-rubrik puisi lain- nya yang ada di Harian Analisa. Sayang, hingga kini aku belum bisa lagi menem- bus rubrik itu.
Masih mungkinkah kita menemukan jejak falsafah di tengah pekatnya belantara jiwa nan penuh belukar nista? Sementara tongkat-tongkat adat tak lagi berguna menjadi alat penepis sampah penyebab tertutupnya arah yang tepat Dan lentera norma pun nyaris padam hingga peta agama hampir tiada terbaca oleh sebagian besar anak negeri yang telah memilih jalan pintas menempuh langkah menuruti ajakan setan dengan melepas cengkeraman tangan-tangan nasehat yang kaku terdiam
AGAR ESOK MAMPU TERGELAK --------------------------------------------------- (:perjuangan ayah)
Ringkih raga, legam di pundak melintasi hidup di jalanan penuh batu berserak Dengan irama napas mengalun sesak diiring derita bernada serak nyanyikan sebait rindu nan menyentak bangkitkan gairah bagi jiwa anak-anak agar esok bibir-bibir mereka mampu tergelak di singgasana tawa mengusir isak
*Terbit di Harian Analisa edisi Rabu, 6 Desember 2006
bangunlah wahai anakku sejuta mimpi tak-kan membawa arti lihat di luar sana senyum surya tlah menyapa seisi bumi dan sang waktu bakal terus berlari jangan sampai kehilangan kehangatannya bila itu terjadi maka saat engkau terjaga nanti mungkin saja ia telah pergi lalu haruskah cerita dunia yang kau saksikan hanyalah kisah tentang mendung dan hujan
MUSIM MASIH BEGITU ---------------------------
dedaunan layu menguning reranting lapuk mengering tanahku gersang merana tiada mampu menumbuhkan bunga hingga tiba di batas waktumu,Ibu musim masih saja begitu membara dan membara lagi seteguk madu tak sempat kuberi
*Terbit di Harian Analisa edisi Rabu, 27 Desember 2006
tak selalu sendu mata bulan tiada selamanya mendung menjadi hujan akan ada masa pelangi muncul di atas awan untuk apa termangu dan diam membisu menatap pilu ke masa lalu bukankah jalanpun tidak semua terjal dan berliku
AKU AKAN TERUS MENARI ---------------------
aku bukan tulip atau sakura hanya rumput kering yang hampir mati di sela serumpun ilalang bernasib serupa tapi daunku yang tinggal satu akan terus melambai menari hingga retak tanah tempat aku berdiri karena kutahu pasti angin bukan milikmu sendiri
TETESAN EMBUN -------------
boleh saja di langit tiada bintang namun dalam tidur nyenyakku mimpi indah pasti datang maka biarlah malam ini gerimis tak jua reda sebab esok pagi akan kuteguk tetesan embunnya
*Terbit di Harian Analisa edisi Rabu,10 Januari 2007
Kiranya musim belum berganti hanya berkutat di sekitar asa berlagak memburu harapan disesaki tumpukan janji sembunyi dari kenyataan menutup pintu nurani lupakan luka yang berserakan hingga harap menjadi pengap: terkungkung kecemasan mungkinkah seberkas sinar datang menerpa membiaskan cahaya kepada jiwa-jiwa yang lara
BUNGA-BUNGA DUKA ----------------
Bunga-bunga duka yang kutabur di atas pusaramu sebagai penawar rindu takkan mampu menghapus derita dalam pendakian sunyi sebongkah jiwa yang sarat dengan kehampaan di antara lorong-lorong waktu yang semakin sepi dan di dada ini pilu terpatri di dinding kalbu dihiasi biru tangis berbingkai nestapa kelabu yang melekat di sudut-sudut hati ukiran kisah sejuta kenangan penuh makna lewat lukisan gelombang cinta membentur karang kematian
*Terbit di Harian Analisa edisi Rabu, 24 Januari 2007
pada setiap hitungan desah napas angin ia akan selalu menitipkan gelombang rindu bercampur kebencian
WAKTU DAN KESEMPATAN ------------------------
selagi pintu kirana masih terbuka masih ada waktu bercanda dengan bianglala selagi air tetap mengalir dari hulu jangan beri kesempatan rindu menjadi beku
SAATNYA BERGEGAS PULANG ------------------------------
Entah telah berapa waktu berjalan tak tentu tuju melangkah dan terus melangkah tanpa hiraukan petunjuk arah hingga di suatu tempat diri terperanjat sudah terlalu jauh menempuh lorong sesat sekaranglah saatnya bergegas pulang mumpung masih tersisa cahaya terang memohon, mengiba serta berharap temukan jejak kebenaran sebelum hari terlanjur gelap
Buang jauh-jauh rasa itu tak perlu buang waktu melantunkan rindu kembali ke hulu karena arus kebohongan terlalu deras menyeretmu hanyut ke laut terombang-ambinglah di sana bersama gelombang kepalsuan itu sampai ia sendiri yang menggerogoti tubuhmu kelupas kulit, busuki belulangmu hingga lumpur dusta di dalamnya mengubur jiwa dan raga
Akulah si petani cinta itu yang menyemai benih rindu sehamparan kebun tak kubiarkan tanah sekeras batu meski hujan lama tak turun kan kusiram tanaman satu demi satu walau harus mengais butiran embun menuai panen hanya soal waktu seperti janji sang Maha Penyantun
SEBELUM KEHABISAN WAKTU -------------------------------
Begitu pekat kabut kegelapan itu hingga tertatih-tatih langkahku 'tuk menggapai jalan kasih-Mu keluar dari lembah nista penuh lumpur noda di jurang kesesatan paling dalam kini aku bersimpuh di hadapan-Mu dengan tubuh berlumur dosa demi sebuah pinta Engkau berkenan mendekapku penuh rindu seperti janji-Mu pada siapapun yang dapat menemukan kembali pancaran cahaya-Mu sebelum kehabisan waktu
KITA BERSIMPANG JALAN ------------------------------
Kurasa tak mengapa kita bersimpang jalan meski karenanya aku menjadi sosok utopia di hatimu toh sudah terlalu jauh jarak rindu yang kau bentangkan hingga percuma saja panggilan suci ini kuteriakkan untuk memanggilmu pulang sebab jalanan kota yang bingar oleh gaduh kendaraan menyalip ke sana-sini untuk saling mendahului bagimu justru pemandangan mengasyikkan sedangkan aku pendamba sepi maka biarkan pula kupilih jalan sendiri lurus menuju taman hati
BERNAPAS DENGAN KATA ----------------------------
Tuhan..., aku ingin bernapas dengan kata maka tiupkanlah ruh ke tubuh pena yang kupunya agar setiap puisi yang terlahir dari rahimnya menjelma hidup mengandung nyawa
Karena menangis yang sesungguhnya bukanlah mengumbar air mata maka biarkan air mata itu menggelantung di kelopak matamu sebab saat terjatuh dan mulai membasahi pipi sesungguhnya ia sudah tak jernih lagi akibat tercampur keringat dan daki
AIR MATA (2) ------------------
Saat hati dibelai bolehlah air mata berurai karena hanya kau dan Tuhan yang tahu seberapa bening air matamu
AIR MATA (3) ------------------
Teguhkan saja keyakinanmu pada suatu waktu: air mata itu akan mengalir ke lautan madu
*( Analisa, 2 Maret 2011 )
Setelah vakum sekian lama dan memasuki era komputerisasi, inilah puisi pertamaku yang terbit di Harian A N A L I S A di mana pengiriman naskah harus menyertakan CD
Aku memang bukan deru hujan bahkan rinai gerimispun bukan aku hanyalah ibarat setitik air namun masih mencoba untuk terus mengalir
KEMARAU DAN HUJAN -------------------------
Adalah sebuah kenyataan yang tak terbantahkan betapa banyak orang menghentikan perjalanan justru karena terhalang derasnya hujan lantas manakah sesungguhnya yang lebih layak dirisaukan kemaraukah atau terguyur hujan
SEGARIS SENYUM (1) ------------------------- - Kepada bunda
Segaris senyum di bibirmu semangat kembali menggebu
SEGARIS SENYUM (2) ------------------------ - Kepada bunda
Kemarin kemarau hari ini juga kemarau mungkin esokpun masih kemarau namun segaris senyum di bibirmu membuatku tak lagi risau meski sepanjang tahun harus menghadapi kemarau
SEGARIS SENYUM (3) ------------------------- - Kepada bunda
Perpisahan telah masuk tahun kesepuluh bagiku engkau tak pernah terasa jauh segaris senyum di bibirmu masih terlukis utuh
BULAN KEMBALI SABIT ----------------------------
Angka usia bertambah buncit gerak langkah semakin irit bulan di langit kembali sabit sisa umur tinggal sedikit
BAGIKU KAU SANGAT BERARTI ------------------------------------- - Kepada para muridku
Karena bagiku kau sangat berarti kupaksakan jua mengayuh langkah berlomba dengan matahari meski nanti saat kita bersua kekecewaanlah yang aku terima rindu kian membeku gairah sirna sudah tak lagi haus terhadap ilmu semakin tak jelas arti bersekolah
SEISI BUMI BERLOMBA MENYAMBUT PAGI --------------------------------------------
Lama nian engkau terlelap dalam mimpi bangun dan bangkitlah wahai anakku buka jendela kamarmu juga jendela hati dengarkan kicauan burung yang asyik bernyanyi seisi bumi berlomba menyambut pagi bunda tak ingin kesunyian malam tadi menjadi teman abadi
SANG WAKTU ---------------
Sesungguhnya di ranah sang waktulah kita berkutat derap langkahnya seolah terlalu cepat hingga jarak siang dan malam pun seakan begitu dekat bayang-bayang senja mulai berkelebat sebentar lagi terang akan berganti pekat banyakkah sudah bekal didapat untuk dibawa ke alam akhirat
TANAMAN PALING BERHARGA ------------------------------
Jika asa tumbuh di dada itulah sesungguhnya tanaman paling berharga rawatlah ia dengan seksama jangan sekalipun menelantarkannya apalagi mencabutnya
*( Analisa, 6 April 2011 )
Beberapa puisi saya yang terbit di Harian Analisa pada tahun 2011 tidak saya cantumkan di sini. Posisinya aman di situs/blog tertentu
SEHELAI MUKENA TANDA CINTA
BalasHapus--------------------------
Dik,
hanya ini bisa kuberi
sehelai mukena putih berseri
untukmu tambatan hati
jangan takar dengan materi
zaman begini manalah berarti
Dik,
cuma itu dapat kubawa
tanda kasih sayang dan cinta
padamu belahan jiwa
usah diukur dengan harta
masa begini manalah seberapa
Dik,
sambutlah dengan sukma yang menari
sujud kepada Ilahi syukuri
yakinkan diri ditambah-Nya rizki
pada jalan yang sama kita telusuri nanti
SEJENAK TAFAKUR
---------------
Di rahim yang sama janin kita tumbuh
di rumah yang sama lorong kekanakan kita tempuh
Mengapa kini kasih sayang di antara kita semakin menjauh
lari dari nurani
kejari mimpi demi mimpi dalam deru duniawi
Padahal bunga usia tak lagi muda
merah senja telahpun menyapa
sekuntum umur kembali gugur, menegur
untuk sejenak tafakur
Dulu dininabobokkan pada satu tempat tidur
APA ARTI EMANSIPASI
-------------------
Ia bukan lagi sebatas cahaya penerang gulita
kini menjelma menjadi kobaran api menyala
membakar ukiran norma
sisakan puing-puing hitam, berserakan
perempuan-perempuan emansipasi
putri-putri belia seakan tak mengerti
atau memang dikondisikan untuk tidak mengerti
agar tiada peduli pada sebuah arti
tamsil emansipasi laksana api
kecil sebagai kawan, besar melawan
*Inilah puisi pertamaku yang terbit
di Harian Analisa (Medan),yakni e-
disi Kamis - tanggal 2 Maret 2006.
TAUBAT TAK PERNAH UTUH
BalasHapus----------------------
akankah terus begini sampai pertunjukan usai?
hingga mentari nyaris menghampiri batas cakrawala
fragmen taubat tak pernah utuh
hanya menampilkan sajadah penuh debu
lembaran-lembaran suci lebih sering membisu
airmata tak berdaya dipecundangi tawa
yang bersekongkol dengan lagu dan tarian kemenangan palsu
lakon jahat yang bertahta kuasai waktu
enggan mengeja tegur-sapaMu
penyesalan sekadar selingan pembuat lucu
sekejap muncul, lalu menghilang entah ke mana
BIARKAN MEMORI ITU PERGI
------------------------
mari bersama menghapus kenangan
agar tiada sedikitpun tersisa jejak masa lalu
biarkan saja memori pergi tanpa sepatah wasiat
sebab ia dapat mengajak kita memasuki lorong sesat
berkacalah di depan cermin waktu
bukankah bayangan diri tak lagi satu?
*Ini puisi keduaku yang terbit di Harian
Analisa (Medan), sekaligus sebagai puisi
pertamaku yang berhasil menembus rubrik
'REBANA' yang dianggap merupakan level
tertinggi dari rubrik-rubrik puisi lain-
nya yang ada di Harian Analisa. Sayang,
hingga kini aku belum bisa lagi menem-
bus rubrik itu.
Oya, puisi itu terbit pada edisi Minggu, 7 Mei 2006
BalasHapusSEBUAH TANYA
BalasHapus------------------------------
Masih mungkinkah kita menemukan jejak falsafah
di tengah pekatnya belantara jiwa nan penuh belukar nista?
Sementara tongkat-tongkat adat tak lagi berguna menjadi alat
penepis sampah penyebab tertutupnya arah yang tepat
Dan lentera norma pun nyaris padam
hingga peta agama hampir tiada terbaca
oleh sebagian besar anak negeri yang telah memilih jalan pintas
menempuh langkah menuruti ajakan setan
dengan melepas cengkeraman tangan-tangan nasehat
yang kaku terdiam
AGAR ESOK MAMPU TERGELAK
---------------------------------------------------
(:perjuangan ayah)
Ringkih raga, legam di pundak
melintasi hidup di jalanan penuh batu berserak
Dengan irama napas mengalun sesak
diiring derita bernada serak
nyanyikan sebait rindu nan menyentak
bangkitkan gairah bagi jiwa anak-anak
agar esok bibir-bibir mereka mampu tergelak
di singgasana tawa mengusir isak
*Terbit di Harian Analisa
edisi Rabu, 6 Desember 2006
WAKTU TERUS BERLARI
BalasHapus--------------------------
bangunlah wahai anakku
sejuta mimpi tak-kan membawa arti
lihat di luar sana
senyum surya tlah menyapa seisi bumi
dan sang waktu bakal terus berlari
jangan sampai kehilangan kehangatannya
bila itu terjadi
maka saat engkau terjaga nanti
mungkin saja ia telah pergi
lalu haruskah cerita dunia yang kau saksikan
hanyalah kisah tentang mendung dan hujan
MUSIM MASIH BEGITU
---------------------------
dedaunan layu menguning
reranting lapuk mengering
tanahku gersang merana
tiada mampu menumbuhkan bunga
hingga tiba di batas waktumu,Ibu
musim masih saja begitu
membara dan membara lagi
seteguk madu tak sempat kuberi
*Terbit di Harian Analisa
edisi Rabu, 27 Desember 2006
UNTUK APA DIAM MEMBISU
BalasHapus----------------------
tak selalu sendu mata bulan
tiada selamanya mendung menjadi hujan
akan ada masa pelangi muncul di atas awan
untuk apa termangu dan diam membisu
menatap pilu ke masa lalu
bukankah jalanpun tidak semua terjal dan berliku
AKU AKAN TERUS MENARI
---------------------
aku bukan tulip atau sakura
hanya rumput kering yang hampir mati
di sela serumpun ilalang bernasib serupa
tapi daunku yang tinggal satu
akan terus melambai menari
hingga retak tanah tempat aku berdiri
karena kutahu pasti
angin bukan milikmu sendiri
TETESAN EMBUN
-------------
boleh saja di langit tiada bintang
namun dalam tidur nyenyakku
mimpi indah pasti datang
maka biarlah malam ini gerimis tak jua reda
sebab esok pagi akan kuteguk tetesan embunnya
*Terbit di Harian Analisa
edisi Rabu,10 Januari 2007
MUSIM BELUM BERGANTI
BalasHapus----------------------
Kiranya musim belum berganti
hanya berkutat di sekitar asa
berlagak memburu harapan
disesaki tumpukan janji
sembunyi dari kenyataan
menutup pintu nurani
lupakan luka yang berserakan
hingga harap menjadi pengap: terkungkung kecemasan
mungkinkah seberkas sinar datang menerpa
membiaskan cahaya kepada jiwa-jiwa yang lara
BUNGA-BUNGA DUKA
----------------
Bunga-bunga duka yang kutabur di atas pusaramu
sebagai penawar rindu
takkan mampu menghapus derita
dalam pendakian sunyi sebongkah jiwa
yang sarat dengan kehampaan
di antara lorong-lorong waktu yang semakin sepi
dan di dada ini pilu terpatri di dinding kalbu
dihiasi biru tangis berbingkai nestapa kelabu
yang melekat di sudut-sudut hati
ukiran kisah sejuta kenangan penuh makna
lewat lukisan gelombang cinta
membentur karang kematian
*Terbit di Harian Analisa
edisi Rabu, 24 Januari 2007
BERBAGI HATI
BalasHapus------------------
Aku ingin di sisimu
duduk di teras rindu
pada rumah cinta penuh aroma bunga
aku ingin di dekatmu
memandang pelangi di langit biru
menemani gemintang mengasah cahaya bulan
aku ingin selalu bersamamu
di setiap tempat,sepanjang waktu
berbagi hati untuk saling menyayangi
*( Analisa, 1 Maret 2007 )
RINDU DAN KEBENCIAN
BalasHapus----------------------
pada setiap hitungan desah napas angin
ia akan selalu menitipkan gelombang rindu
bercampur kebencian
WAKTU DAN KESEMPATAN
------------------------
selagi pintu kirana masih terbuka
masih ada waktu bercanda dengan bianglala
selagi air tetap mengalir dari hulu
jangan beri kesempatan rindu menjadi beku
*( Analisa, 7 Maret 2007 )
SAATNYA BERGEGAS PULANG
BalasHapus------------------------------
Entah telah berapa waktu
berjalan tak tentu tuju
melangkah dan terus melangkah
tanpa hiraukan petunjuk arah
hingga di suatu tempat diri terperanjat
sudah terlalu jauh menempuh lorong sesat
sekaranglah saatnya bergegas pulang
mumpung masih tersisa cahaya terang
memohon, mengiba serta berharap
temukan jejak kebenaran
sebelum hari terlanjur gelap
*( Analisa, 4 April 2007 )
BUANG JAUH-JAUH
BalasHapus-------------------
Buang jauh-jauh rasa itu
tak perlu buang waktu melantunkan rindu
kembali ke hulu
karena arus kebohongan terlalu deras menyeretmu
hanyut ke laut
terombang-ambinglah di sana
bersama gelombang kepalsuan itu
sampai ia sendiri yang menggerogoti tubuhmu
kelupas kulit, busuki belulangmu
hingga lumpur dusta di dalamnya
mengubur jiwa dan raga
*( Analisa, 11 April 2007 )
PETANI CINTA
BalasHapus----------------
Akulah si petani cinta itu
yang menyemai benih rindu sehamparan kebun
tak kubiarkan tanah sekeras batu
meski hujan lama tak turun
kan kusiram tanaman satu demi satu
walau harus mengais butiran embun
menuai panen hanya soal waktu
seperti janji sang Maha Penyantun
*( Analisa, 16 Mei 2007 )
SEBELUM KEHABISAN WAKTU
BalasHapus-------------------------------
Begitu pekat kabut kegelapan itu
hingga tertatih-tatih langkahku 'tuk menggapai
jalan kasih-Mu
keluar dari lembah nista penuh lumpur noda
di jurang kesesatan paling dalam
kini aku bersimpuh di hadapan-Mu
dengan tubuh berlumur dosa
demi sebuah pinta
Engkau berkenan mendekapku penuh rindu
seperti janji-Mu pada siapapun
yang dapat menemukan kembali pancaran cahaya-Mu
sebelum kehabisan waktu
KITA BERSIMPANG JALAN
------------------------------
Kurasa tak mengapa kita bersimpang jalan
meski karenanya aku menjadi sosok utopia
di hatimu
toh sudah terlalu jauh jarak rindu yang kau bentangkan
hingga percuma saja panggilan suci ini kuteriakkan
untuk memanggilmu pulang
sebab jalanan kota yang bingar oleh gaduh kendaraan
menyalip ke sana-sini untuk saling mendahului
bagimu justru pemandangan mengasyikkan
sedangkan aku pendamba sepi
maka biarkan pula kupilih jalan sendiri
lurus menuju taman hati
BERNAPAS DENGAN KATA
----------------------------
Tuhan...,
aku ingin bernapas dengan kata
maka tiupkanlah ruh ke tubuh pena yang kupunya
agar setiap puisi yang terlahir dari rahimnya
menjelma hidup mengandung nyawa
*( Analisa, 22 Agustus 2007 )
AIR MATA (1)
BalasHapus----------------
Karena menangis yang sesungguhnya
bukanlah mengumbar air mata
maka biarkan air mata itu
menggelantung di kelopak matamu
sebab saat terjatuh dan mulai membasahi pipi
sesungguhnya ia sudah tak jernih lagi
akibat tercampur keringat dan daki
AIR MATA (2)
------------------
Saat hati dibelai
bolehlah air mata berurai
karena hanya kau dan Tuhan yang tahu
seberapa bening air matamu
AIR MATA (3)
------------------
Teguhkan saja keyakinanmu
pada suatu waktu: air mata itu
akan mengalir ke lautan madu
*( Analisa, 2 Maret 2011 )
Setelah vakum sekian lama dan memasuki era komputerisasi,
inilah puisi pertamaku yang terbit di Harian A N A L I S A
di mana pengiriman naskah harus menyertakan CD
HANYA SETITIK AIR
BalasHapus------------------------
Aku memang bukan deru hujan
bahkan rinai gerimispun bukan
aku hanyalah ibarat setitik air
namun masih mencoba untuk terus mengalir
KEMARAU DAN HUJAN
-------------------------
Adalah sebuah kenyataan yang tak terbantahkan
betapa banyak orang menghentikan perjalanan
justru karena terhalang derasnya hujan
lantas manakah sesungguhnya yang lebih layak dirisaukan
kemaraukah atau terguyur hujan
SEGARIS SENYUM (1)
-------------------------
- Kepada bunda
Segaris senyum di bibirmu
semangat kembali menggebu
SEGARIS SENYUM (2)
------------------------
- Kepada bunda
Kemarin kemarau
hari ini juga kemarau
mungkin esokpun masih kemarau
namun segaris senyum di bibirmu
membuatku tak lagi risau
meski sepanjang tahun harus menghadapi kemarau
SEGARIS SENYUM (3)
-------------------------
- Kepada bunda
Perpisahan telah masuk tahun kesepuluh
bagiku engkau tak pernah terasa jauh
segaris senyum di bibirmu masih terlukis utuh
BULAN KEMBALI SABIT
----------------------------
Angka usia bertambah buncit
gerak langkah semakin irit
bulan di langit kembali sabit
sisa umur tinggal sedikit
BAGIKU KAU SANGAT BERARTI
-------------------------------------
- Kepada para muridku
Karena bagiku kau sangat berarti
kupaksakan jua mengayuh langkah
berlomba dengan matahari
meski nanti saat kita bersua
kekecewaanlah yang aku terima
rindu kian membeku
gairah sirna sudah
tak lagi haus terhadap ilmu
semakin tak jelas arti bersekolah
*( Analisa, 23 Maret 2011 )
SEISI BUMI BERLOMBA MENYAMBUT PAGI
BalasHapus--------------------------------------------
Lama nian engkau terlelap dalam mimpi
bangun dan bangkitlah wahai anakku
buka jendela kamarmu
juga jendela hati
dengarkan kicauan burung yang asyik bernyanyi
seisi bumi berlomba menyambut pagi
bunda tak ingin kesunyian malam tadi
menjadi teman abadi
SANG WAKTU
---------------
Sesungguhnya di ranah sang waktulah
kita berkutat
derap langkahnya seolah terlalu cepat
hingga jarak siang dan malam pun seakan
begitu dekat
bayang-bayang senja mulai berkelebat
sebentar lagi terang akan berganti pekat
banyakkah sudah bekal didapat
untuk dibawa ke alam akhirat
TANAMAN PALING BERHARGA
------------------------------
Jika asa tumbuh di dada
itulah sesungguhnya tanaman paling berharga
rawatlah ia dengan seksama
jangan sekalipun menelantarkannya
apalagi mencabutnya
*( Analisa, 6 April 2011 )
Beberapa puisi saya yang terbit di Harian Analisa pada tahun 2011 tidak saya cantumkan
di sini. Posisinya aman di situs/blog tertentu